Friday 21 July 2017

Ulasan Buku: Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi

Judul: Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN: 978-602-291-072-5

Sosok Eka Kurniawan sebagai penulis dikenal secara luas khususnya melalui novel yang berjudul Cantik Itu Luka. Belakangan, salah satu karya Eka yang berjudul Lelaki Harimau menjadi nominasi di Man Booker International Prize dan karenanya Eka kembali menuai banyak pujian atas kepiawaiannya sebagai penulis.

Pun demikian, pujian bukanlah satu-satunya yang diterima Eka sebagai seorang penulis. Tidak jarang kritik pedas atas tulisan-tulisannya pun dilontarkan oleh banyak pihak. Hal yang mendasari ini bisa jadi karena konsistensi Eka Kurniawan dalam membuat tulisan yang magis dan menakjubkan tidak selalu ditemukan di semua buku-bukunya.

Penasaran dengan beragam pendapat yang bertebaran, saya pun tertarik untuk melihat kumpulan cerita pendek karya Eka Kurniawan yang berjudul Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi. Pilihan judul yang sangat panjang untuk sebuah cerpen. Saya kira melalui kumpulan cerita pendek ini barulah kita dapat menilai fluktuasi kekuatan karya-karya Eka Kurniawan.

Judul buku sendiri diambil dari salah satu judul cerpen di dalamnya. Menurut saya, cerpen tersebut adalah sebuah kisah sederhana, tentang jatuh cinta dan ditinggalkan, tentang putus asa dan kembali menemukan harapan. Kisah yang diangkat adalah sederhana, tetapi dengan alur yang lumayan membuat kita mengernyitkan dahi karena terheran oleh kepiawaian Eka dalam membuat kisah yang tidak biasa.

Namun, menurut saya ada tiga cerpen lain yang paling kuat dalam kumpulan cerita pendek ini, yaitu “Gincu Ini Merah, Sayang”, “Cerita Batu”, dan “La Cage aux Folles”. Di tiga cerita pendek tersebut kita bisa menemukan kisah-kisah yang bukan hanya tidak biasa, tapi dapat menimbulkan perasaan nelangsa, kecewa, terkejut, dan sangat terasa kemampuan penulis dalam memainkan alur dan kalimat sehingga pembaca terkagum-kagum.

Dalam menit-menit yang dilalui selama membaca masing-masing tiga judul cerita pendek tersebut, pembaca dibuat memiliki ekspektasi terhadap akhir ceritanya sekaligus semakin dipenuhi rasa penasaran; bagian akhir di ketiga kisah tersebut pun tetaplah tak terprediksikan dan kita dibuat merasa kehilangan sesuatu.

Bagi saya pribadi, terdapat beberapa cerita pendek di dalam buku ini yang tidak begitu saya nikmati dengan beberapa alasan, misalnya karena ceritanya terlalu biasa dan tidak penting, terlalu bertele-tele, atau alur cerita yang aneh sehingga sulit dipahami bingkai cerita keseluruhannya.

Untuk gaya penuturan yang digunakan Eka Kurniawan sendiri menurut saya tidak perlu dipertanyakan lagi. Dengan piawai Eka dapat meletakkan fungsi setiap gaya penuturan yang berbeda-beda di setiap sudut cerita-ceritanya sesuai dengan maksud dan tujuannya. Kumpulan cerita pendek ini terasa seperti gabungan sebuah seni berkata-kata dan kesederhanaan hidup manusia.

Pada akhirnya, menurut saya konsistensi kekuatan cerita Eka sesungguhnya masih dapat terasa secara keseluruhan meskipun beberapa cerita lebih unggul dan kuat dibandingkan yang lainnya. Meskipun ada beberapa cerita pendek yang memiliki alur cenderung monoton, tapi pembaca diberikan unsur kejutan dari hal-hal sederhana; atau meskipun ada beberapa cerita yang terkesan memiliki alur membingungkan, tapi pembaca dapat hanyut pada karakterisasi tokoh-tokoh yang dideskripsikan Eka Kurniawan.

Menurut saya, kumpulan cerita pendek ini layak dimiliki untuk melengkapi koleksi kita terhadap perkembangan sastra di Indonesia, khususnya bagi para penggemar Eka Kurniawan.

No comments:

Post a Comment