Wednesday, 7 October 2009

Perang dan Perdamaian

Saya yakin semuanya yang membaca judul tulisan ini memiliki pengertian yang sama tentang yang saya maksud dengan PERANG dan PERDAMAIAN. Kita semua sangat paham tentunya bahwa perang adalah hal yang buruk dan tidak seorang pun menginginkannya, sedangkan perdamaian adalah hal yang sangat ingin kita miliki. Dari pernyataan tersebut, kemudian muncul pertanyaan "Jika semua orang menginginkan perdamaian dan tak seorang pun menginginkan peperangan, mengapa sampai sekarang semua orang terus berperang dan kita sama sekali tak merasakan adanya perdamaian yang sesungguhnya di dunia ini ?"

Perdamaian yang sesungguhnya. Ya, saya menggunakan kata 'perdamaian yang sesungguhnya' karena sebenarnya semua orang di dunia saat ini tak ada yang merasakan perdamaian, tak seorang pun. Jika salah satu di antara kita mengatakan bahwa kita hidup damai dan aman-aman saja, tak ada peperangan yang kita alami, maka saya akan katakan bahwa kedamaian yang seperti itu adalah kedamaian yang salah dan palsu. Kenyataan bahwa kita tak mempedulikan dan tak mau terlibat dalam konflik yang sebenarnya sedang berlangsung di dunia ini adalah bukti bahwa sebenarnya yang kita alami saat ini bukanlah rasa damai, melainkan rasa takut dan tidak peduli dengan keadaan orang lain di luar sana yang mungkin kita tidak kenal. Padahal tidak menutup kemungkinan kalau kapan pun kita bisa saja berada dalam posisi mereka yang sedang terlibat peperangan. Dan ketika kita sudah berada dalam keadaan tersebut maka kita tidak bisa lari lagi dan barulah akhirnya sadar bahwa selama ini di dunia ini tak pernah ada kedamaian dan perdamaian. Semua orang berperang dan memegang senjata masing-masing. semua orang saling membenci dan berprasangka satu sama lain.

Kembali ke pertanyaan: "Jika semua orang menginginkan perdamaian dan tak seorang pun menginginkan peperangan, mengapa sampai sekarang semua orang terus berperang dan kita sama sekali tak merasakan adanya perdamaian yang sesungguhnya di dunia ini ?"

Saya rasa seharusnya kita semua tahu jawabannya, yaitu perbedaan. Kita sadar bahwa terlalu banyak perbedaan yang terjadi di dunia ini. Antara satu individu dengan satu individu yang lain bahkan sudah terlalu banyak hal yang berbeda, antara dua anak kembar identik bahkan dapat kita temukan berbagai macam perbedaan yang mereka miliki, apalagi perbedaan antarkelompok yang ukurannya jauh lebih besar yang jelas-jelas sangat berbeda dalam segala hal.

Orang biasa mengatakan perbedaan itu menunjukkan bahwa setiap orang adalah unik, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan makanya harus saling melengkapi. Tapi kenyataannya perbedaan hanya menimbulkan konflik dan peperangan. Hal ini terjadi karena meskipun kata-kata manis tentang perbedaan itu telah diucapkan, setiap orang tetap saja masih sulit untuk menghargai hal tersebut. Dalam realitanya memang konflik bagi kita untuk menerima perbedaan yang ada.

Untuk menyederhanakan ini semua, saya akan menjabarkan dalam skala yang lebih kecil.

Kita dalam kehidupan sehari-hari pasti sering melihat berbagai orang yang berbeda dengan kita. Suku, Agama, Ras/Subras, Kebudayaan, Pendapat, Ideologi-Idealisme, Sudut Pandang, Keinginan, Kebutuhan, Karakter, Perilaku, Hobi, dan masih banyak lagi. Semua perbedaan itu baik langsung maupun tidak langsung telah melahirkan konflik di antara kita. Sebagai contoh nyata:
  1. Jika kita berasal dari suatu agama tertentu (misal: agama A) tiba-tiba harus berinteraksi dengan orang dari agama lain (misal: agama B) apalagi melihat orang dari agama B itu melakukan ritual keagamaannya, pasti di hati kita sudah ada perasaan yang agak mengganjal terhadap orang itu. Bahkan sebelum mengenal orang lain yang berbeda agama pun kita sudah memiliki paradigma yang buruk tentang siapa pun yang berbeda agama tersebut (siapa pun yang agamanya berbeda dari kita, pasti buruk).
  2. Jika kita berasal dari suku tertentu (misal suku A), pasti kita sudah memiliki pemikiran bahwa suku kita adalah yang paling baik dan kita pun sudah memiliki pandangan-pandangan dan pemikiran-pemikiran yang negatif tentang suku lain (melabelkan suatu suku tertentu dengan suatu sifat buruk atau celaan).
  3. Jika kita berasal dari ras/subras tertentu (misal: ras/subras A) tiba-tiba mengenal/melihat dan berinteraksi dengan orang berbeda ras/subras, pasti kita pun langsung memiliki perasaan yang mengganjal atas perbedaan yang ada antara kita dengan orang tersebut berdasarkan ras/subras masing-masing (misal: warna kulit, bentuk rambut).
  4. Jika kita memiliki paradigma dan pola pikir yang berbeda dengan orang lain, pasti kita langsung merasa kurang suka dengan orang tersebut dan lalu muncul keinginan kita untuk mempengaruhinya agar kemudian orang tersebut memiliki paradigma dan pola pikir yang sejalan dengan kita.
  5. Jika kita memiliki hobi dan karakter yang berbeda dari seseorang, kita langsung merasa kurang cocok dengan orang tersebut sehingga dari rasa tidak cocok itu kita mulai merasa tidak suka dengan orang tersebut.
  6. dll.
Semua perbedaan yang ada itu sama sekali tidak melahirkan rasa kebersamaan di antara kita melainkan konflik yang awalnya hanya secara pribadi dan dipendam yang kemudian akhirnya bisa meluas. Hal inilah yang kemudian melahirkan perang di dunia ini, sebuah perasaan yang menyatakan bahwa yang berbeda harus mati dan tidak pantas untuk berada di dunia ini hanya karena tidak sama.
Kenyataannya, memang tidak ada satu pun solusi bagi masalah ini, karena secara serempak semua orang di dunia tanpa terkecuali melakukan hal tersebut. Walaupun awalnya tampak sebagai hal yang sepele, tetapi akhirnya bisa melahirkan masalah yang sangat besar.

Meskipun demikian, tak ada salahnya bagi kita menyadari dan perlahan-lahan belajar untuk mengurangi konflik dari perbedaan tersebut karena sesungguhnya seluruh perbedaan yang ada di dunia ini hanyalah Ilusi semata. Semua hal yang ada sangat terlihat sebagai hal yang saling berbeda satu sama lain, tapi pada dasarnya semua hal tidak yang berbeda, semuanya sama. Yang membuat hal-hal itu tampak berbeda hanyalah bagaimana alat indera kita menanggapi dan kemudian otak kita merespon hal tersebut. Ya, sesungguhnya semua berbeda karena menurut penglihatan dan pendengaran kita semua itu adalah hal yang saling berbeda satu sama lain.

Dalam hal ini, berarti perdamaian hanya akan dapat diraih jika seluruh manusia di dunia ini buta dan tuli. Jika tak ada seorang pun yang bisa melihat atau pun mendengar, maka tak satu hal pun yang berbeda bukan? Dengan begitu semuanya akan menjadi sama. Jika perbedaan melahirkan perang, perang melahirkan penderitaan, maka perbedaan adalah melahirkan penderitaan. Jika dengan melihat dan mendengar hanya akan melahirkan perbedaan, maka melihat dan mendengar pun hanya akan melahirkan penderitaan, berarti melihat dan mendengar adalah sumber penderitaan. Maka jika kita ingin menghilangkan semua penderitaan itu, berarti kita semua harus menjadi buta dan tuli agar tidak ada perbedaan. Tidak bisa melihat dan mendengar berarti tidak ada perbedaan. Tidak ada perbedaan berarti tidak ada perang dan kebencian. Tidak ada perang dan kebencian berarti tidak ada penderitaan. Tapi apakah dunia seperti itu yang kita inginkan? Apakah kita menginginkan dunia yang gelap dan sepi tanpa cahaya dan nyanyian lagu? Saya rasa tidak.

Kita semua melihat hal ironis yang terjadi saat ini, yaitu ketika dunia ini menyatakan bahwa semua orang menginginkan perdamaian, di saat yang sama semua orang pun memegang senjata masing-masing. Menginginkan perdamaian tapi menggenggam senjata dan siap untuk menyerang? Sungguh hal yang sangat konyol. Mungkin ada yang beralasan bahwa jika tidak memegang senjata, maka tidak akan bisa melindungi dan mempertahankan diri bila suatu saat ada yang menyerang. Tapi menurut saya jika semua orang mengatakan hal seperti itu, berarti mereka semua telah berprasangka buruk satu sama lain. Bagaimana mungkin dunia ini bisa damai jika semua orang saling berprasangka buruk seperti itu?

Ketika ada yang menyerang kita, dikatakan kepada kita untuk mempertahankan diri demi nyawa kita dan mereka yang ingin kita lindungi dan demi harga diri kita. Sungguh suatu definisi yang gamblang bahwa yang dimaksud mempertahankan diri di sini adalah menyerang balik karena jika tidak membunuh lawan maka kitalah yang akan dibunuh. Tapi di sini saya mengatakan bahwa membunuh karena ada yang dibunuh, dibunuh karena membunuh. Apakah dengan seperti itu dunia ini bisa menjadi damai? Jika kita menyakiti anak seorang ibu, maka ibu itu akan marah kepada kita karena kita menyakiti anaknya. Sebaliknya, jika ibu itu menyakiti kita maka orangtua kita akan marah terhadap ibu itu.

Apapun alasannya manusia menyakiti satu sama lain, itu tetaplah hal yang tidak dibenarkan. Jika memang ada yang ingin kita lawan bukanlah mereka yang berbeda dari kita, melainkan orang-orang yang menghendaki peperangan itu sendiri. Jika memang ingin melawan bukanlah dengan konfrontasi karena peribahasa pun menyatakan banyak jalan menuju roma. Bukanlah dengan kebencian kita saling melengkapi, melainkan dengan cinta. Jika kita ingin saling mencintai, maka kita harus bisa saling berbagi dan mengerti satu sama lain. Hanya ketulusan seseoranglah yang bisa menyentuh hati orang lain. Tak ada orang yang jahat di dunia ini, yang ada hanyalah mereka yang belum merasa kebaikan dari orang lain, belum merasakan kebaikan dari sesuatu yang berbeda dari mereka. Maka kita haruslah menunjukkan kebaikan itu dengan tulus.

Perbedaan yang ada di antara kita tidak lebih hanyalah merupakan warna-warni dunia yang menghiasi kehidupan yang bernaung di bawah langit biru. Apakah salah jika berbeda? Memangnya ada yang menghendaki perbedaan? Memangnya ada yang ingin dilahirkan berbeda dari yang lainnya? Tapi jika suatu lukisan hanya terdiri dari satu warna, apakah akan indah lukisan tersebut? Hendaknya kita semua memaknai perbedaan tersebut dengan penuh perenungan bahwa sesungguhnya meskipun kita semua berada dalam jalur yang berbeda, tetapi sebenarnya tujuan kita adalah sama. Perbedaan jalur terjadi karena kita hanya melakukan sesuatu sesuai yang kita yakini benar, sesuatu yang tidak lebih dari subyektivitas belaka. Tapi justru itu semualah yang kian memberi berbagai macam warna di dunia ini sehingga dunia ini menjadi hidup.

8 comments:

  1. Mantap abiz...
    gw setuju tuh..
    tanpa perbedaan maka semuanya pasti jadi aneh dan seragam.. perbedaan adalah warna dari kehidupan..hahaha..

    ReplyDelete
  2. gila deh dio,berat abis bahasanya
    keren2
    hahaha

    ReplyDelete
  3. @anthony: iya dunk,, Dio...^^

    ReplyDelete
  4. Posting yang menarik. Sayang sekali, perdamaian itu sulit terjadi, karena persepsi cinta itu sendiri sudah sangat terdistorsi. Imaji yang diciptakan oleh berbagai media membuat definisi cinta kita jauh lebih superfisial daripada makna yang sebenarnya.

    Dan lagi, karena kita terus menerus dituntut untuk menjadi seorang pribadi yang unggul, maka kita berusaha menjadi seseorang yang "unik" dan "berbeda". Dari situ, asosiasi dengan grup, ideologi, atau kesamaan tertentu menjadi tidak bisa terelakkan. Orang mau merasa aman, mendapatkan konfirmasi atas identitas dan persepsi mereka tentang diri sendiri dari orang-orang yang "sama" dengan mereka.

    Sangat sulit untuk mengilangkan fanatisme yang muncul(baik ringan maupun berat), karena dengan menghilangkan "keagungan" asosiasi itu, orang juga harus mengurangi prestis dan pemenuhan ego yang datang dengan asosiasi itu.

    Belum lagi ditambah dengan keinginan orang-orang yang memegang kekuasaan untuk tetap menjaga "perpecahan" ini. Mereka memerlukan pendukung tetap dan setia untuk menjaga kehidupan grup atau ideologi mereka.

    Diperlukan toleransi, rasa cinta (seperti yang dibicarakan di posting ini), dan pengertian filosofis yang mendalam tentang perbedaan untuk bisa menciptakan perdamaian. Sejauh mana kita bisa melangkah?

    .

    Oh ya, ada masukan sedikit: mungkin layoutnya bisa dibuat lebih readable, break long paragraphs into shorter ones. Supaya jadi lebih mengundang untuk dibaca. :D

    ReplyDelete
  5. @K: iya, memang betul banget..
    sayang bgt y...hingga itu menjadi sesuatu yang gak mungkin..Pada setiap zaman, jalan yang dipilih setiap manusia, selalu sama, jalan yang seperti sekarang, hingga akhirnya semuanya mnuju ke satu titik yang sama, kehancuran..
    tapi, harapan itu ada kan..seenggaknya,, klo satu-dua orang dari sekarang mulai mengusahakan, mungkin aja bisa.semoga aja.

    ReplyDelete
  6. K, udah gw edit tuh..hehe..thx..
    itu ternyata kemaren settingann enternya gak kesimpen, jadi keubah sendiri..itu sih emang lebih dari satu paragraf kemaren..^^

    ReplyDelete
  7. saya saat ini tidak ada lagi peperangan atas nama agama, yang ada peperangan atas nama kepentingan. Amerika menyerang Irak, Afghanistan dan Libya dengan tujuan menguasai kilang minyak dan Sumber daya mineral yang ada di daerah tersebut. Agama digunakan sebagai pembenaran mereka. Ketika George Bush menyatakan "Crusade" setelah 9/11 kemudian atas nama bela diri berhasil membunuh lebih dari 1 juta muslim di irak , afghanistan dan Libya dengan bom pintar dan pesawat drone. Apakah hal tersebut bukannya menghasilkan teroris baru, orang-orang yang sakit jiwanya karena melihat istri dan anak-anaknya mati, atau seorang anak frustasi melihat lapangan bolanya hancur, atau seorang kakek tersenyum melihat seluruh anggota keluarganya meninggal. Orang-orang sakit jiwa ini di cap muslim teroris. Sementara pembuat kebijakan yang membunuh 1 juta muslim di timur tengah bukanlah teroris ? Seandainya peperangan seimbang misalnya antara iran vs amerika boleh lah kita bilang fair. Ini peperangan antara Iraq yang sudah dilucuti senjatanya oleh PBB melawan Amerika yang lengkap senjatanya, sama saja perang antara tentara melawan masyarakat sipil. Apakah orang amerika menyadari bahwa uang pajaknya digunakan untuk membunuh manusia lain ? tentu iya, tapi bahwa pembunuhan itu membuat kontrol amerika atas Minyak bumi, gas dan SDA lainnya membuat Amerika menjadi negara kapitalisme terkuat di dunia membuat mereka senang dan sejahtera secara ekonomi ? tentunya warga amerika setuju. apakah itu membuat seluruh warga amerika adalah teroris ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memerangi kaum kafir, memerangi domba tersesat, memerangi LGBTIA+, memerangi Yahudi, memerangi paham komunis atau liberal atau sekuler, memerangi atheisme, dan lain-lain. Saya rasa itu ada, dan peperangan tidak sekedar ditentukan dari apa yang secara fisik dilihat mata, tapi juga dari apa yang ada di hati.

      Pada akhirnya, yang namanya peperangan itu berawal dari kebencian dan ketidakpedulian terhadap kaum yang lain. Baik itu berdasarkan agama, suku, etnis, negara, kebangsaan, pemahaman, pilihan gender, ataupun karena keinginan untuk membalas dendam.

      Kemelakatan terhadap identitas yang kemudian melahirkan kebencian dan ketidakpedulian terhadap kaum yang berbeda, atau perasaan dendam karena merasa sudah disakiti, menurut saya dari sanalah peperangan berawal. Kalau hati dan pikiran sudah kotor, perkataan dan perbuatan pun akan terpengaruh menjadi demikian.

      Saya setuju bahwa umat Muslim bukan teroris. Lagipula orang timur tengah cakep-cakep #SalahFokus

      Pun demikian, saya rasa tidak seharusnya kita membenci dan dendam terhadap Amerika, PBB, Bush, kaum Yahudi, Israel, Kapitalisme, dan semacamnya. Membenci, apapun alasannya, hanya akan menghasilkan kehancuran terhadap diri sendiri dan orang lain.

      Kemarahan, kebencian, dan balas dendam bagaikan menggenggam dan kemudian melemparkan bara api kepada orang lain. Kita bukan hanya menyakiti orang lain, tapi juga diri kita sendiri akan terbakar.

      (Dan saya pun masih merupakan orang yang melemparkan bara api tersebut kepada orang lain. Dan yang paling pertama saya sakiti adalah diri saya sendiri.)

      Terimakasih.

      Delete